Kata “sontoloyo” adalah istilah pada tulisan Sukarno yang berjudul “Islam Sontoloyo” di Majalah Pandji Islam tahun 1940. Tulisan ini muncul setelah Sukarno membaca berita kriminal di suratkabar Pemandangan pada 8 April 1940. Berita itu tentang seorang guru agama yang dipenjara karena memperkosa muridnya. Sukarno menegaskan bahwa guru agama itu sontoloyo, bukan Islamnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “sontoloyo” artinya konyol, gak beres, atau bodoh. Mengenai asal-usulnya, Ivan Lanin, seorang penggemar bahasa Indonesia, menjelaskan, “saya belum menemukan sumber yang sahih, tetapi katanya kata ini mulai dipakai sebagai makian (kasar) sekitar tahun 1935 sebagai plesetan dari ‘kontol loyo’ (kontol = alat kelamin laki-laki; loyo = lemah sekali).”
Ivan juga mencatat bahwa ada versi lain yang mengatakan “sontoloyo” berarti “gembala bebek” dalam bahasa Jawa. Jadi, ada yang berpikir kalau kata ini muncul saat orang kesal menunggu gembala bebek yang lambat.
“Ada komentar di IG (saya), katanya di daerahnya, Brebes, makna gembala bebek digunakan,” kata Ivan. Brebes memang dikenal sebagai sentra peternakan bebek.
“Saya belum tahu daerah lain di Jawa yang menggunakan makna ini,” tambah Ivan, “tapi bisa saja kata yang sama memiliki arti berbeda di berbagai bahasa.”
Sementara itu, Philip Yampolsky dalam “Music on Dutch East Indies Radio in 1938: Representations Unity, Disunity, and The Modern,” mencatat bahwa Koesbini menyanyikan lagu keroncong berjudul Sontolojo di radio NIROM Surabaya pada 1938.
Menurut Philip, “sontolojo” mungkin terkait dengan Jawa Timur. Sebab, ada komposisi gamelan Jawa Timur dengan judul ini yang diputar tiga kali pada 1938 dalam siaran musik gamelan Jawa Timur oleh NIROM, studio di Surabaya.
“Lagu yang dibawakan oleh The Melody Band ini mungkin secara musikal terkait dengan melodi Jawa Timur (atau ke Jawa Tengah Ladrang Sontoloyo), atau mungkin hanya meminjam judul. Perhatikan bahwa di siaran lain, The Melody Band menyanyikan Krontjong Gembala Sontolojo, yang mungkin lagu yang sama dengan Sontolojo,” tulis Philip dalam Sonic Modernities in the Malay World.
Philip menyebut Ladrang Sontoloyo –ladrang adalah bentuk komposisi gamelan. Ladrang Sontoloyo, menurut Ensiklopedi Wayang Indonesia: Jilid 1, diciptakan pada masa pemerintahan Paku Buwana V yang hanya bertakhta tiga tahun. Jadi, sejauh ini sumber tertua yang menyebut “sontoloyo” berasal dari tahun 1820-1823.
Sumber lain, dalam Bahasa dan Budaja Vol. 1-3 (1952), menyebutkan kemungkinan akar kata sontoloyo: “ada sebuah kata yang belum jelas bentuk aslinya, yaitu nama gending Sontolojo dengan kalimat permulaan Sontolojo, angon bebek ilang loro. Mungkinkah cantalaya (tempat ketenangan) asalnya?”